Jenis rancangan : Kemasan
Jenis Produk : Kertas Tembakau
Nama Produk : Kertas Tembakau Sintren
Nomor Daftar Legal : 86785
Ukuran :
- Panjang : 82 mm
- Lebar : 45 mm
- Tebal : 2 mm
Warna dominan : Merah
Teknik Cetak : Cetak Offset
Jenis kertas yang di gunakan : HVS
Visual Yang Tampak : Seorang penari Sintren
Pemilik : The Gie Thoan (Nama Tionghoa), Agus Sugianto (Nama Indonesia), saat ini usahanya diturunkan pada generasi kedua, anaknya yaitu Edi Hendrawanto.
Telepon : (0287) 471100
Alamat : Jalan Puring No. 25, Gombong, Jawa Tengah (Dekat Kebumen)
Tahun produksi : Mulai tahun produksi tahun 1950, terdiri dari rokok, klembak menjan, dan kertas sigaret
Penafsiran : Penggunaan lambang penari Sintren pada produk ini jelas merupakan pengaruh Jawa. Sintren merupakan kesenian tarian yang berasal dari Pekalongan dan daerah sekitarnya. Kesenian ini cukup populer pada masanya, namun kini sudah mulai menghilang. Secara etimologis, kata "Sintren" terdiri dari kata "si" (ia, dia), dan kata "tri" (penggilan dari kata putri) sehingga "Sintren" memiliki arti "Si Putri". Karena itulah sosok yang ditampilkan pada kemasan ini adalah seorang penari wanita, yang memang pada tariannya menjadi tokoh utamanya. Sintren memang hiburan yang dinikmati dan dianggap menggoda oleh kaum pria, sama halnya dengan rokok/tembakau yang pada waktu itu telah menjadi budaya/kebiasaan kaum pria. Hal ini dikarenakan penari utama Sintren pada umumnya ialah remaja putri yang masih gadis (perawan) dan lajang. Selain itu, sang pemilik (produsen) mengemukakan bahwa ia memakai nama dan gambar penari Sintren sebagai logo dan icon, karena pada masa itu sang perempuan penari sintren dianggap memiliki kekuatan magis, sehingga dapat memikat kaum pria. (Sintren yang sedang kerasukan). (Baca di sejarah penari sintren).
Namun yang menarik di sini adalah penggunaan warna merah dan kuning pada kemasan. Penggunaan warna semacam ini merupakan ciri khas penggunaan warna oleh kebudayaan tionghoa, (misalnya langsung saja lihat bendera negara Cina, yang menggunakan warna dasar merah dan bintang kuning). Hal ini cukup wajar, mengingat fakta adanya akulturasi kebudayaan di Indonesia, antara bangsa Cina dengan Indonesia. Dalam kemasan ini yaitu antara Jawa dan Cina. Lebih jauh lagi, yang memproduksi kertas tembakau ini adalah The Gie Thoan, yang merupakan orang Tionghoa, jadi jelas dari segi warna, merupakan pengaruh dari budaya Tionghoa. Lebih lanjut lagi, pada tahun 1950 hingga tahun 1960-an pernah terjadi dominasi ekonomi oleh suku Tionghoa terutama di Jawa. Hal ini menyebabkan kebanyakan produk serupa seperti kretek/rokok/tembakau/klembak pada umumnya diproduksi oleh orang Tionghoa.
Warna merah merupakan perlambang keberanian, semangat, dan keberuntungan. Warna kuning melambangkan kejayaan, keemasan, dan kemakmuran atau kemenangan. Selain itu kedua warna ini sifatnya sangat menarik perhatian sehingga dipakai oleh sang pemilik sebagai elemen warna utama.
Visual sang penari Sintren itu sendiri diletakkan di dalam tengah-tengah lingkaran. Namun, lingkaran tersebut tidak berbentuk lingkaran sempurna, melainkan memiliki sedikit tonjolan berbentuk runcing. Bentuk ini kami rasa paling dekat dengan bentuk blangkon pria Jawa, apabila dilihat dari atas.
Blangkon sendiri adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Mengapa desain kemasan produk ini menggunakan bentuk blangkon, kemungkinan adalah agar si penari Sintren itu sendiri sebagai trademark (tanda pengenal) produk selalu diingat di kepala para pria, selayaknya mereka menikmati kertas tembakau dan si Sintren. (Lihat juga di Kretek oleh Mark Hanusz).
Lalu, terdapat juga banner berbentuk pita pada tulisan "Sintren", yang merupakan pengaruh dari kebudayaan Eropa, yaitu bangsa Romawi. Asal-usul banner berebentuk pita ini dimulai sejak penggunaan scroll (gulungan) sebagai media tulisan utama bangsa Romawi pada saat itu. Scroll ini kemudian menjadi elemen desain yang berkembang menjadi banner pita (scroll yang membuka). Pengaruh budaya ini sampai ke Indonesia kemungkinan besar melalui penjajahan zaman Belanda.
Visual sang penari Sintren itu sendiri diletakkan di dalam tengah-tengah lingkaran. Namun, lingkaran tersebut tidak berbentuk lingkaran sempurna, melainkan memiliki sedikit tonjolan berbentuk runcing. Bentuk ini kami rasa paling dekat dengan bentuk blangkon pria Jawa, apabila dilihat dari atas.
Blangkon sendiri adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Mengapa desain kemasan produk ini menggunakan bentuk blangkon, kemungkinan adalah agar si penari Sintren itu sendiri sebagai trademark (tanda pengenal) produk selalu diingat di kepala para pria, selayaknya mereka menikmati kertas tembakau dan si Sintren. (Lihat juga di Kretek oleh Mark Hanusz).
Lalu, terdapat juga banner berbentuk pita pada tulisan "Sintren", yang merupakan pengaruh dari kebudayaan Eropa, yaitu bangsa Romawi. Asal-usul banner berebentuk pita ini dimulai sejak penggunaan scroll (gulungan) sebagai media tulisan utama bangsa Romawi pada saat itu. Scroll ini kemudian menjadi elemen desain yang berkembang menjadi banner pita (scroll yang membuka). Pengaruh budaya ini sampai ke Indonesia kemungkinan besar melalui penjajahan zaman Belanda.
Selain itu, kemasan ini juga mendapat pengaruh gaya khas Victorian, di mana sebuah gambar/potret diletakkan dalam bentuk lingkaran atau elips, dengan tulisan di atas banner pita pada bagian bawahnya, seperti gambar kemasan kretek Belanda berikut, dan gambar pada mata uang Dollar berikut:
Gaya Victorian sendiri bermula di Inggris, yaitu era pemerintahan Queen Victoria, tahun 1837-1901. Gaya ini terbawa ke Amerika (yang pada saat itu memisahkan diri dari koloni Inggris), seperti yang tampak pada gambar mata uang dollar Amerika sekarang.
Fungsi kemasan ini secara sosial budaya dan historis turut melestarikan kebudayaan bangsa, yaitu dengan adanya elemen visual Sintren, yang menunjukkan asal-usul kebudayaan regional Jawa.
Gaya Victorian sendiri bermula di Inggris, yaitu era pemerintahan Queen Victoria, tahun 1837-1901. Gaya ini terbawa ke Amerika (yang pada saat itu memisahkan diri dari koloni Inggris), seperti yang tampak pada gambar mata uang dollar Amerika sekarang.
Fungsi kemasan ini secara sosial budaya dan historis turut melestarikan kebudayaan bangsa, yaitu dengan adanya elemen visual Sintren, yang menunjukkan asal-usul kebudayaan regional Jawa.
Kemudian, pada kemasan ini terdapat juga hubungan dari segi penggunaan warna, tipografi, dan gaya desain dengan gaya desain Constructivisme yang berasal dari Russia. Dalam sejarah Indonesia, bangsa Indonesia pernah memiliki ideologi berhaluan timur, yaitu pada masa pimpinan Bung Karno. Masa ini adalah masa orde lama (sebelum supersemar) yaitu sekitar tahun 1945 hingga 1965. Haluan timur yang dimaksud di sini, tidak hanya hubungannya dengan Republik Rakyat Cina, namun juga Russia yang sama-sama memiliki prinsip komunis-sosialis. Hubungan antara Russia dan Indonesia tidak hanya dimulai akhir-akhir ini saja, namun sejak perang dunia kedua. Saat itu, Russia (atau yang lebih dikenal dengan Uni Soviet pada masa itu) dan Amerika sedang mengalami perang dingin, dan masing-masing negara adikuasa tersebut berupaya mencari perhatian dunia dengan taktiknya masing-masing. Ketika Indonesia sedang dalam masa pemberontakan, baik Russia maupun Amerika berlomba-lomba memberi pertolongan untuk menarik perhatian bangsa Indonesia. Amerika, yaitu dengan bantuan dari segi ekonomi, sedangkan Russia yaitu dari segi militer, dengan memberikan bantuan persenjataan.
Sedari dulu, Russia memang bertangan dingin dalam menghadapi situasi perang. Akibatnya, muncul reaksi pergerakan kesenian yang didasari sikap perang tersebut, yaitu aliran Constructivisme. Gerakan ini muncul di Russia sejak tahun 1917, yaitu istilah yang digunakan oleh Kazmir Malevich untuk menyebutkan karya Alexander Rodchenko, sebagai berikut :
Sedari dulu, Russia memang bertangan dingin dalam menghadapi situasi perang. Akibatnya, muncul reaksi pergerakan kesenian yang didasari sikap perang tersebut, yaitu aliran Constructivisme. Gerakan ini muncul di Russia sejak tahun 1917, yaitu istilah yang digunakan oleh Kazmir Malevich untuk menyebutkan karya Alexander Rodchenko, sebagai berikut :
"Mayak-nipple" oleh Alexander Rodchenko 1 Januari 1954
Constructivisme merupakan gaya yang bertumbuh pasca perang dunia II yang terjadi di Russia tahun 1914-1918. Gaya ini berangkat dari kubisme dan futurisme Russia sekitar tahun 1912. Gaya ini juga dipengaruhi oleh teori suprematism Russia, De Stijl Belanda, dan gaya Bauhaus dari Jerman. Para seniman Constructivisme merupakan pelopor pembaharuan (Russian-Avant Garde) seni Russia. Seni constructivisme merupakan seni resmi pemerintahan Bolshevik di Russia. Ciri dari gaya ini yang paling menonjol adalah komposisinya yang dinamis dengan warna-warna dominan merah, hijau, putih, dan hitam. Font-nya bersifat kaku, mengkotak-kotak dan solid tebal. Gaya ini terus berkembang seiring perkembangan gaya desain baru yang menggeser gaya constructivisme itu sendiri, seperti dadaism, surealism, hingga seni modern seperti Art Nouveau yang lebih hangat dan menolak perang, berkebalikan dengan gaya Constructivisme yang sifatnya lebih mempromosikan perang.
Dugaan kami diperkuat oleh "penemuan" dalam kunjungan kami ke BPHN pada buku yang berisi kemasan lama. Kemasan Sintren yang tertera pada buku tersebut (seperti kemasan-kemasan lainnya) tidak dicetak berwarna. Namun, pada buku tersebut disebutkan warna-warna yang terdapat pada kemasannya. Pada kemasan Sintren tersebut, perbedaan warna yang disebutkan adalah merah, hijau muda, hijau tua, dan putih. Gambar tersebut juga pasti disertai dengan garis outline berwarna hitam. Warna-warna ini merupakan ciri khas warna gaya Constructivisme.
Dugaan kami diperkuat oleh "penemuan" dalam kunjungan kami ke BPHN pada buku yang berisi kemasan lama. Kemasan Sintren yang tertera pada buku tersebut (seperti kemasan-kemasan lainnya) tidak dicetak berwarna. Namun, pada buku tersebut disebutkan warna-warna yang terdapat pada kemasannya. Pada kemasan Sintren tersebut, perbedaan warna yang disebutkan adalah merah, hijau muda, hijau tua, dan putih. Gambar tersebut juga pasti disertai dengan garis outline berwarna hitam. Warna-warna ini merupakan ciri khas warna gaya Constructivisme.
1 komentar:
Untuk pemesanan bisa hubungi 0899-7676-500 atau melalui shopee.. Terima kasih sudah mengulas :D
Posting Komentar